Membangun opini publik
dengan
wajah memelas.
Persaingan elit politik nasional mulai seru, suhu politik mulai meningkat, dimulai pada saat rapimnas partai Demokrat di Jakarta. Skenario awal diperankan oleh seorang guru besar (?) yang menjadi ketua DPP Partai Demokrat yang mengeluarkan pernyataan hasil survey dan pengamatan internal (dibahas dalam rapimnas yang tertutup). Diprediksikan perolehan suara pada Pemilu Legislatif partai Golkar 2,5%, partai Demokrat 20-25% dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 20%, maka partai Demokrat akan mempertimbangkan koalisi dengan partai Golkar atau dengan PKS.
Wakil Presiden H Jusuf Kalla (JK) yang saat itu sedang berada di luar negeri dalam kunjungan kenegaraan, sontak terkejut dan bereaksi keras. Reaksi keras ketua umum partai Golkar tersebut disambut beragam reaksi elit partai Golkar lainnya. Presiden SBY langsung pada hari tersebut memberikan keterangan pers dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina partai Demokrat, dikatakan pendapat itu adalah pendapat pribadi............. (pemeran awal dikorbankan, kemudian turun panggung). Babak pertama pancingan SBY telah termakan oleh JK dan partai Golkar ( partai Golkar ada 3 faksi, faksi JK, Akbar Tanjung dan Agung Laksono).
Babak kedua , dimulai dengan peranan JK dan partai Golkar membuat aksi survey internal partai Golkar untuk menjaring aspirasi daerah terhadap capres partai Golkar, formulir DPP partai Golkar dilayangkan ke 33 pengurus provinsi se Indonesia (konvesi capres gaya baru), padahal pada rapimnas partai Golkar sebelumnya telah diputuskan pencalonan capres partai Golkar ditentukan setelah Pemilu Legislatif. Akhir babak kedua JK diusung oleh semua pengurus daerah se Indonesia, dan JK menerima pencalonan dirinya sebagai capres partai Golkar. JK dalam pernyataannya di hadapan kader partai Golkar di beberapa derah mengatakan siap untuk maju menjadi capres karena JK punya slogan : "Saya bisa lebih baik dan lebih cepat". Sehingga timbulah istilah blok S (SBY dengan partai Demokrat) , blok M (Megawati dengan PDI Perjuangan) dan blok J (JK dengan partai Golkar).
Mr.bisa lebih baik dan lebih cepat, sempat membuat SBY terkejut, namun skenario harus terus dijalankan.
Babak ketiga, JK dan Megawati bertemu, melakukan komunikasi politik mesra yang mengha-silkan 5 kesepakatan yang ditandatangani. Babak ketiga ini dikatakan adalah awal dari koalisi partai Golkar dan PDIP. Babak ini cukup singkat, tapi padat maknanya.
Babak keempat, SBY sebagai pemeran utama tampil, yang saat itu sedang berada di Sulawesi Selatan dalam rangka kunjungan kerja dan peresmian beberapa proyek, salah satunya proyek semen Tonasa (pesaing semen Bosowa keluarga JK) di Pangkep mengalami epigastrik pain (penyakit gastritis akut atau nyeri lambung) sehingga batal meresmikan proyek semen Tonasa, sore hari langsung kembali ke kota Makasar melalui jalan darat (4 jam) untuk bersitirahat, dan keesokan paginya kembali ke Jakarta untuk melakukan general medical check up. Ada keganjilan dalam babak keempat ini, seberapa beratkah nyeri lambung SBY, kalau berat sehingga membatalkan acara kenapa pulang ke Makasar dengan menempuh perjalanan darat 4 jam, padahal protokol baku kepresidenan dalam keadaan gawat evakuasi presiden harus cepat ke fasilitas standart protokol kepresidenan. Pada babak ini penulis skenario nampaknya lupa meminta pendapat ahli medik, layaknya kebanyakan sinetron di televisi swasta. Hal ini mengundang banyak spekulasi insan pers dan elit politik yang sedang perang dingin.
Babak ini ditutup dengan konfrensi pers SBY di cikeas, disinilah mulai SBY memainkan peran lamanya, yaitu menampilkan wajah yang terzolimi (aji pengasihan), tentunya sutradara berharap peran ini akan membentuk opini publik yang akan meningkatkan ratting (pencitraan positif) SBY.
Kita tunggu babak selanjutnya, .............................................................. (bersambung).
Wakil Presiden H Jusuf Kalla (JK) yang saat itu sedang berada di luar negeri dalam kunjungan kenegaraan, sontak terkejut dan bereaksi keras. Reaksi keras ketua umum partai Golkar tersebut disambut beragam reaksi elit partai Golkar lainnya. Presiden SBY langsung pada hari tersebut memberikan keterangan pers dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina partai Demokrat, dikatakan pendapat itu adalah pendapat pribadi............. (pemeran awal dikorbankan, kemudian turun panggung). Babak pertama pancingan SBY telah termakan oleh JK dan partai Golkar ( partai Golkar ada 3 faksi, faksi JK, Akbar Tanjung dan Agung Laksono).
Babak kedua , dimulai dengan peranan JK dan partai Golkar membuat aksi survey internal partai Golkar untuk menjaring aspirasi daerah terhadap capres partai Golkar, formulir DPP partai Golkar dilayangkan ke 33 pengurus provinsi se Indonesia (konvesi capres gaya baru), padahal pada rapimnas partai Golkar sebelumnya telah diputuskan pencalonan capres partai Golkar ditentukan setelah Pemilu Legislatif. Akhir babak kedua JK diusung oleh semua pengurus daerah se Indonesia, dan JK menerima pencalonan dirinya sebagai capres partai Golkar. JK dalam pernyataannya di hadapan kader partai Golkar di beberapa derah mengatakan siap untuk maju menjadi capres karena JK punya slogan : "Saya bisa lebih baik dan lebih cepat". Sehingga timbulah istilah blok S (SBY dengan partai Demokrat) , blok M (Megawati dengan PDI Perjuangan) dan blok J (JK dengan partai Golkar).
Pecah kongsi SBY - JK
Mr.bisa lebih baik dan lebih cepat, sempat membuat SBY terkejut, namun skenario harus terus dijalankan.
Babak ketiga, JK dan Megawati bertemu, melakukan komunikasi politik mesra yang mengha-silkan 5 kesepakatan yang ditandatangani. Babak ketiga ini dikatakan adalah awal dari koalisi partai Golkar dan PDIP. Babak ini cukup singkat, tapi padat maknanya.
Babak keempat, SBY sebagai pemeran utama tampil, yang saat itu sedang berada di Sulawesi Selatan dalam rangka kunjungan kerja dan peresmian beberapa proyek, salah satunya proyek semen Tonasa (pesaing semen Bosowa keluarga JK) di Pangkep mengalami epigastrik pain (penyakit gastritis akut atau nyeri lambung) sehingga batal meresmikan proyek semen Tonasa, sore hari langsung kembali ke kota Makasar melalui jalan darat (4 jam) untuk bersitirahat, dan keesokan paginya kembali ke Jakarta untuk melakukan general medical check up. Ada keganjilan dalam babak keempat ini, seberapa beratkah nyeri lambung SBY, kalau berat sehingga membatalkan acara kenapa pulang ke Makasar dengan menempuh perjalanan darat 4 jam, padahal protokol baku kepresidenan dalam keadaan gawat evakuasi presiden harus cepat ke fasilitas standart protokol kepresidenan. Pada babak ini penulis skenario nampaknya lupa meminta pendapat ahli medik, layaknya kebanyakan sinetron di televisi swasta. Hal ini mengundang banyak spekulasi insan pers dan elit politik yang sedang perang dingin.
Babak ini ditutup dengan konfrensi pers SBY di cikeas, disinilah mulai SBY memainkan peran lamanya, yaitu menampilkan wajah yang terzolimi (aji pengasihan), tentunya sutradara berharap peran ini akan membentuk opini publik yang akan meningkatkan ratting (pencitraan positif) SBY.
Kita tunggu babak selanjutnya, .............................................................. (bersambung).